Setelah mengunjungi salah satu kota
metropolitan di Indonesia, Medan, yang bising dan ramai, Anda mungkin
merindukan wisata di tempat yang sejuk dan asri. Maka tidak ada salahnya
untuk bergeser ke selatan Sumatera Utara, tepatnya ke kota Parapat yang
sarat akan keindahan yang menarik perhatian tidak hanya turis lokal
tetapi juga turis mancanegara.
Secara administratif, Parapat, atau yang
sering juga disebut Prapat, adalah sebuah kelurahan di tepi teluk Danau
Toba, kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera
Utara. Lebih dari 90 persen penduduknya merupakan etnis Batak Toba,
Karo, Siamlungun, dan Pakpak. Di kota ini juga terdapat beberapa etnis
pendatang seperti Jawa, Sunda, Padang, dan China. Itulah sebabnya akan
mudah ditemukan gereja Protestan dan Katholik, masjid, maupun wihara.
Ketika Anda mengunjungi Parapat, sempatkanlah memutari kota kecil ini. Ada banyak pemandangan yang begitu menggoda mata Anda. Selain Anda bisa menikmati indahnya Danau Toba dari kota ini, Parapat juga menyimpan begitu banyak bangunan tua dengan arsitektur yang unik dan indah. Anda tidak perlu memiliki latar belakang pendidikan arsitek untuk mengaguminya. Cukup dengan cita rasa seni dan kekaguman akan keindahan, Anda mampu menikmati hasil karya arsitektur yang menggoda.
Ketika Anda mengunjungi Parapat, sempatkanlah memutari kota kecil ini. Ada banyak pemandangan yang begitu menggoda mata Anda. Selain Anda bisa menikmati indahnya Danau Toba dari kota ini, Parapat juga menyimpan begitu banyak bangunan tua dengan arsitektur yang unik dan indah. Anda tidak perlu memiliki latar belakang pendidikan arsitek untuk mengaguminya. Cukup dengan cita rasa seni dan kekaguman akan keindahan, Anda mampu menikmati hasil karya arsitektur yang menggoda.
Anda juga dapat mengunjungi sebuah
kawasan bernama Tanjung Sipora-pora, sebuah daerah di ujung barat
Parapat. Untuk menuju ke tempat ini, Anda harus melewati jalan kecil
yang berliku dan turun-naik. Di tempat inilah Anda bisa memulai wisata
arsitektur Anda. Di sepanjang jalan terdapat beberapa bangunan tua
bergaya arsitektur kolonial Belanda. Sayangnya, sebagian besar bangunan
tersebut kurang terawat.
Di kawasan ini terdapat sebuah bangunan
kuno yang masih berdiri dengan kokoh di ujung semenanjung bertebing
sangat curam. Bangunan ini menjadi saksi bisu sejarah panjang perjuangan
Indonesia. Di sinilah Presiden pertama Republik Indonesia, Ir.
Soekarno, pada tanggal 1 Januari 1949 sempat diasingkan oleh Belanda. Pesanggrahan
ini dibangun pada tahun 1820. Pesanggrahan berukuran 10 m x 20 m itu
dikelilingi halaman seluas 2 hektar. Gaya arsitektur neoklasik sungguh
terwujud di bangunan tersebut, menambah keelokan kota Parapat. Jika
cuaca cerah, dari bangunan ini terlihat jelas proses terbenamnya
matahari.
Di kawasan timur Parapat juga dapat
disaksikan beberapa bangunan bergaya arsitektur kolonial. Beberapa
bangunan tua tersebut saat ini difungsikan sebagai kantor instansi
pemerintahan. Kawasan ini boleh dibilang sebagai pusat kota tua di
Parapat dengan keberadaan bangunan tua berarsitektur kolonial tersebut.
Wisata arsitektur di tempat ini tidak
berhenti sampai di situ. Ketika Anda mencermati lebih jauh lagi, gaya
arsitektur bangunan di kota Parapat merupakan harmonisasi dari tiga
unsur arsitektur, yaitu tradisional, modern, dan tropis. Selain wisata
arsitektur, Parapat juga kaya akan potensi alam, wisata rohani, wisata
sejarah, sampai wisata kuliner. Kesejukan kota kecil ini akan membuat
Anda betah berlama-lama mengelilingi kota untuk menikmati eksotisme yang
ditawarkannya.
Bagi Anda pecinta kuliner, Parapat
menyimpan kekayaan kuliner yang menarik. Silakan mencoba kuliner andalan
Parapat, seperti lomok-lomok (lemak), ikan naniura (ikan mas yang
dimasak dengan asam), ikan naniarsik (ikan mas dimasak arsik), lapet,
dali (susu sapi). Ikan bakar hopar, sop ikan Danau Toba asm pedas
(nila), dan ikan pora-pora goreng.
Di Parapat inilah tempat berasalnya
legenda rakyat batu gantung. Anda bisa menemukan batu gantung ini di
antara tebing-tebing Parapat. Ada kisah tersendiri di balik tempat
tersebut. Singkat cerita, konon dikisahkan ada sepasang kekasih yang
jalinan cintanya tidak disetujui keluarga dari kedua belah pihak. Lalu
mereka melarikan diri dan karena terdesak hendak terjun dari tebing itu.
Kemudian mereka bergantungan di sisi tebing tersebut dengan seekor
anjing. Akhirnya, mereka semua menjadi batu.
Kota Parapat sendiri terletak 176 km dari
Kota Medan. Jika Anda berangkat dari pusat Kota Medan, akan memakan
waktu sekitar 3-4 jam dengan berkendara memlalui perjalanan darat.
Banyak pilihan sarana transportasi darat dari Kota Medan menuju Parapat,
mulai dari angkutan umum ataupun rental mobil. Untuk biaya angkutan
umum, Anda cukup merogoh kocek sekitar kisaran Rp 25.000,- (2010). Namun
harga ini dapat berubah sewaktu-waktu. Jika beruntung, anda bisa
menumpang bus kelas eksekutif berAC namun dengan harga normal.
Bila Anda berlibur ke kota Parapat, Anda
tidak perlu khawatir karena fasilitas di kota ini cukup lengkap, mulai
dari penginapan maupun restoran, termasuk fasilitas pendukung lainnya,
seperti ATM, cafe, atau bar. Sudah siap merencanakan liburan di Parapat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar