Selasa, 26 Februari 2013

Visit Sumut 2013 - Parapat : Kota Indah di Tepi Danau Toba

 

Setelah mengunjungi salah satu kota metropolitan di Indonesia, Medan, yang bising dan ramai, Anda mungkin merindukan wisata di tempat yang sejuk dan asri. Maka tidak ada salahnya untuk bergeser ke selatan Sumatera Utara, tepatnya ke kota Parapat yang sarat akan keindahan yang menarik perhatian tidak hanya turis lokal tetapi juga turis mancanegara.
Secara administratif, Parapat, atau yang sering juga disebut Prapat, adalah sebuah kelurahan di tepi teluk Danau Toba, kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Lebih dari 90 persen penduduknya merupakan etnis Batak Toba, Karo, Siamlungun, dan Pakpak. Di kota ini juga terdapat beberapa etnis pendatang seperti Jawa, Sunda, Padang, dan China. Itulah sebabnya akan mudah ditemukan gereja Protestan dan Katholik, masjid, maupun wihara.
 Ketika Anda mengunjungi Parapat, sempatkanlah memutari kota kecil ini. Ada banyak pemandangan yang begitu menggoda mata Anda. Selain Anda bisa menikmati indahnya Danau Toba dari kota ini, Parapat juga menyimpan begitu banyak bangunan tua dengan arsitektur yang unik dan indah. Anda tidak perlu memiliki latar belakang pendidikan arsitek untuk mengaguminya. Cukup dengan cita rasa seni dan kekaguman akan keindahan, Anda mampu menikmati hasil karya arsitektur yang menggoda.
Anda juga dapat mengunjungi sebuah kawasan bernama Tanjung Sipora-pora, sebuah daerah di ujung barat Parapat. Untuk menuju ke tempat ini, Anda harus melewati jalan kecil yang berliku dan turun-naik. Di tempat inilah Anda bisa memulai wisata arsitektur Anda. Di sepanjang jalan terdapat beberapa bangunan tua bergaya arsitektur kolonial Belanda. Sayangnya, sebagian besar bangunan tersebut kurang terawat.
Di kawasan ini terdapat sebuah bangunan kuno yang masih berdiri dengan kokoh di ujung semenanjung bertebing sangat curam. Bangunan ini menjadi saksi bisu sejarah panjang perjuangan Indonesia. Di sinilah Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, pada tanggal 1 Januari 1949 sempat diasingkan oleh Belanda. Pesanggrahan ini dibangun pada tahun 1820. Pesanggrahan berukuran 10 m x 20 m itu dikelilingi halaman seluas 2 hektar. Gaya arsitektur neoklasik sungguh terwujud di bangunan tersebut, menambah keelokan kota Parapat.  Jika cuaca cerah, dari bangunan ini terlihat jelas proses terbenamnya matahari.
Di kawasan timur Parapat juga dapat disaksikan beberapa bangunan bergaya arsitektur kolonial. Beberapa bangunan tua tersebut saat ini difungsikan sebagai kantor instansi pemerintahan. Kawasan ini boleh dibilang sebagai pusat kota tua di Parapat dengan keberadaan bangunan tua berarsitektur kolonial tersebut.
Wisata arsitektur di tempat ini tidak berhenti sampai di situ. Ketika Anda mencermati lebih jauh lagi, gaya arsitektur bangunan di kota Parapat merupakan harmonisasi dari tiga unsur arsitektur, yaitu tradisional, modern, dan tropis. Selain wisata arsitektur, Parapat juga kaya akan potensi alam, wisata rohani, wisata sejarah, sampai wisata kuliner. Kesejukan kota kecil ini akan membuat Anda betah berlama-lama mengelilingi kota untuk menikmati eksotisme yang ditawarkannya.
Bagi Anda pecinta kuliner, Parapat menyimpan kekayaan kuliner yang menarik. Silakan mencoba kuliner andalan Parapat, seperti lomok-lomok (lemak), ikan naniura (ikan mas yang dimasak dengan asam), ikan naniarsik (ikan mas dimasak arsik), lapet, dali (susu sapi). Ikan bakar hopar, sop ikan Danau Toba asm pedas (nila), dan ikan pora-pora goreng.
Di Parapat inilah tempat berasalnya legenda rakyat batu gantung. Anda bisa menemukan batu gantung ini di antara tebing-tebing Parapat. Ada kisah tersendiri di balik tempat tersebut. Singkat cerita, konon dikisahkan ada sepasang kekasih yang jalinan cintanya tidak disetujui keluarga dari kedua belah pihak. Lalu mereka melarikan diri dan karena terdesak hendak terjun dari tebing itu. Kemudian mereka bergantungan di sisi tebing tersebut dengan seekor anjing. Akhirnya, mereka semua menjadi batu.
Kota Parapat sendiri terletak 176 km dari Kota Medan. Jika Anda berangkat dari pusat Kota Medan, akan memakan waktu sekitar 3-4 jam dengan berkendara memlalui perjalanan darat. Banyak pilihan sarana transportasi darat dari Kota Medan menuju Parapat, mulai dari angkutan umum ataupun rental mobil. Untuk biaya angkutan umum, Anda cukup merogoh kocek sekitar kisaran Rp 25.000,- (2010). Namun harga ini dapat berubah sewaktu-waktu. Jika beruntung, anda bisa menumpang bus kelas eksekutif berAC namun dengan harga normal.
Bila Anda berlibur ke kota Parapat, Anda tidak perlu khawatir karena fasilitas di kota ini cukup lengkap, mulai dari penginapan maupun restoran, termasuk fasilitas pendukung lainnya, seperti ATM, cafe, atau bar. Sudah siap merencanakan liburan di Parapat?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar